Kamis, 27 November 2014
Kepada yang patuh
Goblok.
Apalagi namanya jika bukan goblok? Mau-mau saja dibodohi.
Ah- katanya mahasiswa sebuah fakultas bergengsi, yang katanya terbaik di Indonesia.
Kalian tidak sadar sedang dibodohi? Dibikin mainan oleh mereka: sekumpulan manusia sok-sok an yang seenaknya saja menggunakan hak pilih kita semua?
Sayangnya saat itu ketika aku masuk, seorang lelaki dari kumpulan manusia sok tahu itu sudah keburu ngomong. Dan otak otak kalian yang jelas cerdas hanya manggut-manggut, kemudian dengan IKHLAS menyerahkan apa yang disebut sebagai IDENTITAS, sebagai HAK yang selama ini orang-orang junjung.
Baik, kalian tak mau repot. Aku ingin bertanya pada kumpulan pengendali pikir yang sejatinya berusaha membodohi mereka: Kalian kata kalian tak mau terburu-buru mengambil keputusan? Kalian bilang kalian ingin memilih yang terbaik? Kalian bilang diskusi dunia maya toh tidak adil, tidak mewakili semua. Lalu kali ini apa? Seenaknya bilang begitu: "Biar kami yang memilihkan...". Cih. Dan kehormatan yang mahasiswa-mahasiswa bergengsi itu diserahkan sepenuhnya, pada kalian. Bodoh. Bodoh karena mereka mau-mau saja, dan bodoh karena kalian ternyata tidak se logis yang aku bayangkan.
Dipikir kalianlah pengambil keputusan yang terbaik?
Hai otak-otak abu-abu yang mau-mau saja diinjak harga dirinya: ini soal bom waktu. Kalian yakin akan selalu se iya se kata tanpa pernah ikut berpikir? Padahal harga diri adalah salah satu yang membuat manusia bernilai. Bodoh. Bodoh. Bila boleh aku mengumpat, sudah habis segala tertutupi makian.
nurrahma, Nov 14
Senin, 17 November 2014
Aku tak tahu harus berkata apa
Terjerembab pada sajak-sajakmu yang kubaca sambil menyeduh lemon tea
Kau begitu mengerti bahwa aku selalu terpaku pada puisi-puisi
Puisi puisi jalang, puisi puisi liar
Mulanya aku tak pernah menduga ada beragam imaji dan hujatan tentang hidup dibalik kerenyahan gesturmu, selalu menipu. Ah- pantas kaumampu membaca makna: pasti ada ketulusan dibalik matamu.
Kautahu? Kali ini aku limbung. Layu aku mencerna nada-nada dalam barisan kalimat bikinanmu: Gila!
Gila kau! Kali ini aku kalah. Kali ini aku akan nyaring teriak: Dedah aku dengan segala tulisanmu!
Karena, sekali lagi, penyair selalu bisa menjadi saksi. Saksi paling jujur atas segala: ada.
Aku bahkan kehilangan kata. Kehilangan barisan-barisan yang biasanya memenuhi lemariku: bahkan sampai tumpah, meluap kemana-mana. Kali ini mereka kemana? Pergi, malu pada segala sajak-sajakmu.
Aku tak tahu lagi harus berkata apa...
Pudar mereka. Pudar aku. Enyah aku dalam segala ketiadaan.
nurrahma,
Sleman, November 2014
Sabtu, 15 November 2014
Perjuangan ini: keinginanku adalah sederhana.
Beberapa waktu lalu aku baru saja menyadari betapa menjadi seorang dokter adalah
hal yang menakjubkan.
Memutuskan menjadi seorang dokter, adalah hal yang serius:
serius diperjuangkan. Benar-benar tak sekadar belajar tentang hafalan, nama
asing, dan segala reaksi sampai atom-atom kecil.
Seorang dokter, berhubungan dengan nyawa manusia.
Pernah seorang kawan bertanya,
“Kamu tidak takut? Profesi
dokter sangat berisiko.”
“Itu adalah konsekuensi, kautahu? Aku ingin menyelamatkan,
atau paling tidak menemani orang-orang yang tinggal selangkah terpapar
kematian. Tidakkah tentu saja dengan kematian itu aku bergulat? Tidakkah
pekerjaan ini memang profesi yang cocok untuk aku yang seringkali terlupa oleh
kematian itu sendiri?”
Aku.. ingin belajar.
Tentang kematian. Tentang kehidupan.
Dua hal yang sama-sama ada. Sama-sama pasti. Tapi kenapa
mati musti ditakuti?
Aku.. ingin mengenal lebih dekat, ingin berkawan dengan
kematian.
Aku ingin ketika ia mengetuk pintuku, aku tidak merinding
kaku,
tetap bisa mengucap syukur atas nikmat dari penciptaku.. pencipta segala.
Aku disini untuk belajar. Tentang apapun.
Tidakkah itu alasan yang cukup?
nurrahma, Sleman, 2014
Kamis, 06 November 2014
L.A.R.I.
Kau tahu?
Tiba-tiba aku ingin berlari.
dari apa yang sebelumya sedikit kuyakini: aku akan nyaman disana.
Maaf.
Ternyata memilihmu bukanlah keputusan tepat
setidaknya menurutku, saat ini
Ternyata kamu meminta banyak waktu,
dari waktuku yang terlebih dulu dipunyai oleh yang lain!
Jadi kali ini
apa yang bisa kulakukan
selain berlari?
Kangen. Rindu.
Ketika kamu merindukan passion mu
Ketika kamu ingin sekali kembali:
tapi kamu sudah terlanjur memasuki dunia yang nyatanya jauh berbeda
entah siapa yang memotret |
Aku rindu pada gerak dan sikap,
rindu bagaimana kepalan pendeta mengenai box,
kangen membetulkan kuda-kuda,
merasakan dan mencoba menjiwai sikap harimau dengan cakaran tangan
by nurrahma/13 |
aku rindu, pada pelatih, pada teman, pada rival, pada kakak, pada adik, pada suasana
pada suasana semangat untuk jadi lebih,
rindu pada deg-degan yang muncul saat di seberang, kau lihat lawan tandingmu juga bersiap dengan body,
aku rindu.
beloved sistaaa:" (by nurrahma/13) |
Aku rindu
tapi tak tahu harus bagaimana
by Fatikha Lidea Riska MNS |
Terpasung pada gerimis-gerimis ada: kalian.
nurrahma/2014
Langganan:
Postingan (Atom)