Senin, 29 Desember 2014

Saudaraku yang disana..


Pagi ini kutemukan sebuah post via facebook Devi Lukita Sari, tertanggal 22 Nov 2013.

"... Tentara zionis menghentikan pelajar-pelajar perempuan Palestina yang hendak ke sekolah mereka di Al-Khalil, Hebron (gambar atas).“Kalian tidak menginginkan kami pergi (melintas) ke sekolah? Ok, kami akan ‘sekolah’ di sini!”Jadilah mereka belajar di tempat (gambar bawah).Still winning, ladies!"
Maasyaa Alloh... Betapa kami yang disini seharusnya jauh lebih bersyukur. Ya Rabb ya Rabb perkenankan kami menuju Palestina..



Sabtu, 06 Desember 2014

Ibu

Jadi, begitu. Ah-betapa bahagiamu bukanlah semu karena kau masih diberi kesempatan untuk bisa lepas bercerita pada bidadarimu: Ibumu. Memang dengan bercerita pada Ibu, solusi dan komentar-komentar beliau sedikit banyak tentu akan melatih rasa dan emosi kita. Aku iri padamu. Padamu yang bisa semaunya curhat pada ibumu, mampu menggelendot manja pada pundaknya atau bahunya. Mampu entah dengan tergesa atau tidak, berkisah menggebu-gebu tentang orang-orang yang membuatmu sebal atau membuatmu begitu bahagia. Aku iri. Sungguh. Aku iri. Mungkin karena inilah, emosiku tak utuh. Kelogisanku tak utuh. Segala yang tak utuh akan menjadikannya tak sempurna.

(Kata batinku yang lain: Maka nikmat Tuhamu yang manakah yang kamu dustakan?)

nurrahma,
Desember 2014.

Kamis, 27 November 2014

Kepada yang patuh


Goblok.

Apalagi namanya jika bukan goblok? Mau-mau saja dibodohi.

Ah- katanya mahasiswa sebuah fakultas bergengsi, yang katanya terbaik di Indonesia.
Kalian tidak sadar sedang dibodohi? Dibikin mainan oleh mereka: sekumpulan manusia sok-sok an yang seenaknya saja menggunakan hak pilih kita semua?

Sayangnya saat itu ketika aku masuk, seorang lelaki dari kumpulan manusia sok tahu itu sudah keburu ngomong. Dan otak otak kalian yang jelas cerdas hanya manggut-manggut, kemudian dengan IKHLAS menyerahkan apa yang disebut sebagai IDENTITAS, sebagai HAK yang selama ini orang-orang junjung.
Baik, kalian tak mau repot. Aku ingin bertanya pada kumpulan pengendali pikir yang sejatinya berusaha membodohi mereka: Kalian kata kalian tak mau terburu-buru mengambil keputusan? Kalian bilang kalian ingin memilih yang terbaik? Kalian bilang diskusi dunia maya toh tidak adil, tidak mewakili semua. Lalu kali ini apa? Seenaknya bilang begitu: "Biar kami yang memilihkan...". Cih. Dan kehormatan yang mahasiswa-mahasiswa bergengsi itu diserahkan sepenuhnya, pada kalian. Bodoh. Bodoh karena mereka mau-mau saja, dan bodoh karena kalian ternyata tidak se logis yang aku bayangkan.

Dipikir kalianlah pengambil keputusan yang terbaik?

Hai otak-otak abu-abu yang mau-mau saja diinjak harga dirinya: ini soal bom waktu. Kalian yakin akan selalu se iya se kata tanpa pernah ikut berpikir? Padahal harga diri adalah salah satu yang membuat manusia bernilai. Bodoh. Bodoh. Bila boleh aku mengumpat, sudah habis segala tertutupi makian.



nurrahma, Nov 14

Senin, 17 November 2014

Aku tak tahu harus berkata apa

Terjerembab pada sajak-sajakmu yang kubaca sambil menyeduh lemon tea
Kau begitu mengerti bahwa aku selalu terpaku pada puisi-puisi
                   Puisi puisi jalang, puisi puisi liar

Mulanya aku tak pernah menduga ada beragam imaji dan hujatan tentang hidup dibalik kerenyahan gesturmu, selalu menipu. Ah- pantas kaumampu membaca makna: pasti ada ketulusan dibalik matamu.
Kautahu? Kali ini aku limbung. Layu aku mencerna nada-nada dalam barisan kalimat bikinanmu: Gila!
Gila kau! Kali ini aku kalah. Kali ini aku akan nyaring teriak: Dedah aku dengan segala tulisanmu!
Karena, sekali lagi, penyair selalu bisa menjadi saksi. Saksi paling jujur atas segala: ada.

Aku bahkan kehilangan kata. Kehilangan barisan-barisan yang biasanya memenuhi lemariku: bahkan sampai tumpah, meluap kemana-mana. Kali ini mereka kemana? Pergi, malu pada segala sajak-sajakmu.
Aku tak tahu lagi harus berkata apa... 


Pudar mereka. Pudar aku. Enyah aku dalam segala ketiadaan.

nurrahma,
Sleman, November 2014

Sabtu, 15 November 2014

Perjuangan ini: keinginanku adalah sederhana.


Beberapa waktu lalu aku baru saja menyadari betapa menjadi seorang dokter adalah hal yang menakjubkan.
Memutuskan menjadi seorang dokter, adalah hal yang serius: serius diperjuangkan. Benar-benar tak sekadar belajar tentang hafalan, nama asing, dan segala reaksi sampai atom-atom kecil.
Seorang dokter, berhubungan dengan nyawa manusia.

Pernah seorang kawan bertanya,
“Kamu tidak takut? Profesi dokter sangat berisiko.”
“Itu adalah konsekuensi, kautahu? Aku ingin menyelamatkan, atau paling tidak menemani orang-orang yang tinggal selangkah terpapar kematian. Tidakkah tentu saja dengan kematian itu aku bergulat? Tidakkah pekerjaan ini memang profesi yang cocok untuk aku yang seringkali terlupa oleh kematian itu sendiri?”

Aku.. ingin belajar.
Tentang kematian. Tentang kehidupan.
Dua hal yang sama-sama ada. Sama-sama pasti. Tapi kenapa mati musti ditakuti?
Aku.. ingin mengenal lebih dekat, ingin berkawan dengan kematian.
Aku ingin ketika ia mengetuk pintuku, aku tidak merinding kaku,
tetap bisa mengucap syukur atas nikmat dari penciptaku.. pencipta segala.
Aku disini untuk belajar. Tentang apapun.
Tidakkah itu alasan yang cukup?


nurrahma, Sleman, 2014

Kamis, 06 November 2014

L.A.R.I.






Kau tahu?
Tiba-tiba aku ingin berlari.
           dari apa yang sebelumya sedikit kuyakini: aku akan nyaman disana.


Maaf.
Ternyata memilihmu bukanlah keputusan tepat
        setidaknya menurutku, saat ini
Ternyata kamu meminta banyak waktu,
       dari waktuku yang terlebih dulu dipunyai oleh yang lain!




Jadi kali ini
apa yang bisa kulakukan
selain berlari?

Balairung ;') 

Kangen. Rindu.




Ketika kamu merindukan passion mu
Ketika kamu ingin sekali kembali:
      tapi kamu sudah terlanjur memasuki dunia yang nyatanya jauh berbeda

entah siapa yang memotret


















Aku rindu pada gerak dan sikap,
rindu bagaimana kepalan pendeta mengenai box,
kangen membetulkan kuda-kuda,
merasakan dan mencoba menjiwai sikap harimau dengan cakaran tangan

by nurrahma/13





















aku rindu, pada pelatih, pada teman, pada rival, pada kakak, pada adik, pada suasana
pada suasana semangat untuk jadi lebih,
rindu pada deg-degan yang muncul saat di seberang, kau lihat lawan tandingmu juga bersiap dengan body,
                   aku rindu.


beloved sistaaa:" (by nurrahma/13)





















Aku rindu
tapi tak tahu harus bagaimana

by Fatikha Lidea Riska MNS














Terpasung pada gerimis-gerimis ada: kalian.


nurrahma/2014

Selasa, 21 Oktober 2014

Matiku, matimu


Kepada adikku Luthfi Padmanaba 72:
Semoga amalmu nan hatimu yang bersih mengantar kematian yang membahagiakan: bersama cahaya di sana.


Begitu mudahnya kematian datang
menggerayangi dan merampas segala

Kamu takut pada kematian?
Padahal ia adalah gerbang menuju
cinta dan cita yang sesungguhnya abadi

Adikku hari ini berpulang,
           begitu cepat dan tak ada yang menyangka
Adikku kali ini berkurang satu,
            ia telah kembali menghadap pada cahaya kasih sayang!

Cukuplah kematian sebagai pengingatku
Bahwa tak perlu menunggu tua untuk tetiba tiada
Bahwa tak perlu ia mengetuk pintumu,
lalu bertanya:
         boleh aku masuk dan menjemputmu sekarang?

Ia, kematian,
tak pernah ada yang tahu kapan ia datang
Tapi semua orang takut!
Padahal ia adalah pintu dimensi lain
yang katanya diidamkan semua:
          surga!
Maka tak seharusnya kau menggigil mendengar
kata kematian!

Nikmatilah
            Apa yang harus kunikmati?
            Nyamannya kehidupan atau
             hening dan khidmatnya kematian?

Kematian,
kau terlalu cepat datang,
ah-tapi tak ada seorangpun yang
berhak menyalahkan sebab kau
begitu patuh pada titahNya

Kematian,
izinkan aku dengan sepenuh cinta berteriak
kurindukan aku berjumpa padamu,
untuk membawaku kepada Tuhan yang binarNya berseri:
             aku hambaMu, dan berserah pada Mu!


nurrahma, YK, 22 Okt 14

Reblog: Tuhan Maha Romantis

Twinkle Little Traveler: Ketika Rindu adalah Doa: Ketika ekspresi rindu adalah doa Tak ada cinta yang tak mulia. Seperti gerimis kau hadir tanpa suara. Kau masuk tanpa mengetuk. D...

Maya

Kita saling tahu semua tidak ada yang seperti dulu
Masing masing kita mengerti-tapi berusaha abai
Tiap-tiap kita mencoba menjadi diri yang lalu
berinteraksi dengan cara yang sama:
                      Aih-lucunya

Kalian tidak lelah? Kalian tidak jenuh berpura?
                 Tentu saja: kita tak mau saling menyakiti
                 Tak mau mengubah memori yang terlanjur indah

Masing masing kita tahu, bahwa
sesungguhnya yang terkirim dalam pesan pendek
dalam jejaring kini
adalah racauan kepalsuan
Kepalsuan yang menenangkan
Kepalsuan yang memang kita inginkan

Aku bahagia dengan kemayaan kita,
yang bisa aku nikmati bersama secangkir dokumentasi masa lalu
                    Dan begitu pula kalian, kan?
Berharap semua masih seperti dulu
Dan kita saling mengisi mimpi itu
Sebuah kepura-puraan yang indah: sahabat dan kenangan



nurrahma, YK, 21 Okt 14

Senin, 06 Oktober 2014

Sudah Punya Cinta



ROSE. by nurrahma-2012. hp smartfren.

"Baiklah, kukatan yang sejujurnya: Aku sudah punya cinta yang lain!
Dan aku, takkan pernah meninggalkan dan berpaling dari cintaku yang pertama.
Kuharap kaumenghentikan semua ini dan mau mengerti."

-Aini, Cinta Roller Coaster-


Ya Rabb...
Tetiba aku teringat pada beberapa episode hidup, ah-
Betul, Aini, pada hakikatnya bukankah ada Ia yang dari awal selalu ada?
Betapa bodohnya jika kita mencintai sesuatu yang lain.
Sudah lelahkah kau mencintaiNya sehingga kau mencari cinta yang lain?
Padahal Ia tak pernah bosan melimpahkan segala:
udara,
bola mata,
denyut jantung yang tak jenuh berdetak,
saraf yang berkooordinasi dengan apiknya.

Bila boleh kukata, terlampau kurang ajar bila kita kemudian menduakan cinta padaNya.


"Izinkan hamba mencintaiMu dengan setulus-tulusnya cinta."

-Aini, Cinta Roller Coaster-

Ya... Izinkan hamba.




nurrahma, YK, Okt 14

Sabtu, 13 September 2014

Hanya Sebuah Catatan












Saya terbangun di tengah keheningan, sejenak panik mengira-ngira waktu: pukul berapa ini? Begitu banyak yang harus saya selesaikan, dan saya malah terlena untuk membaringkan tubuh sehabis maghrib. Saya mencuci muka, segera mengambil air wudlu kemudian menunaikan sholat Isya'.

Pukul duabelas lebih tiga puluh menit. Tetiba saja saya menekuri betapa kosongnya hidup saya akhir-akhir ini. Saya bahkan belum bertemu Ayah hari ini, belum berbincang sedikitpun pada saudara-saudara saya. Jika boleh saya katakan, haha, sejak saya kuliah, saya menjadi orang yang anti sosial. Sibuk dengan urusan sendiri, sok merasa hidupnya paling sulit dan memberi pemakluman pada diri sendiri untuk menjadi orang yang tak acuh.

Kemudian saya bertanya-bertanya: Apa yang saya cari dalam hidup ini? Nyatanya saya tahu, hidup saya bukan sekadar untuk membaca materi kuliah, menghapal anatomi, bergulat dengan jurnal-jurnal berbahasa ribet. Apakah dengan tidak inhal praktikum saya akan bahagia? Dan adakah itu hanyalah satu-satunya cara untuk bahagia? Padahal jika saya sudah melewati masa-masa itu, toh inhal praktikum tak menjadi masalah.

Sejujurnya saya takut terlampau menganggap perkuliahan --terutama di jurusan yang saya masuki-- adalah  hal yang super serius dan memerlukan pengorbanan sekaligus perubahan besar. Tak apa-apa jika perubahan itu menimbulkan kebaikan, tapi yang saya rasakan, saya mungkin menganggap perkuliahan ini adalah hal nomor satu sedangkan yang lain tidak. Saya dipaksa lupa oleh ego saya sendiri: Hai, engkau masih memiliki keluarga, memiliki sahabat-sahabat, memiliki tetangga dan adik-adik TPA yang senantiasa menunggu hadirmu.

Saya takut saya mis-orientasi terhadap apa yang saya jalani kali ini.

"Jangan membuang waktu hanya untuk mencari nilai," seorang dosen mengatakan hal itu kemarin. Dan saya pikir itu benar. Memang bukan nilai yang kita cari, melainkan ILMU. Dan menjaga niat, sejak dulu saya pikir adalah hal yang paling susah nan menjemukan: ia tak terlihat, tapi ia ada, ia tidak teraba, namun ia nampak dalam rasa. 

Begitulah. Kali ini sejenak saya berpikir ulang. Lagi. Tentang apa yang sesungguhnya sudah, sedang, dan akan saya lakukan. Bahwa menjaga yang tak tampak ternyata jauh lebih susah--dan lebih menantang.

Semoga tak sekadar berhenti dalam angan.


nurrahma, 
YK, September 14